watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

MAAFKAN DAKU SOBAT

Nama saya Bernard, usia saya kini 29 tahun. Istri
saya (yang saya nikahi tiga tahun yang lalu)
bernama Dina. Kami bertemu saat kuliah, dia
lebih muda dua tahun dari saya. Manis menurut
saya dengan tinggi 160 cm. Saya sangat
mencintai istri saya karena sangat pengertian.
Kami sudah mempunyai anak (laki-laki) berumur
1,5 tahun, lucunya anak saya ini, saya bisa tahan
bermain dengannya sampai berjam-jam. Itulah
sebabnya saya sering berkata kepada teman-
teman saya bahwa kebahagiaan abadi adalah jika
kamu pulang dari kantor kemudian bermain
bersama anakmu. Namanya Jason, sengaja saya
namakan demikian karena saya sangat suka
dengan point guard Phoenix Sun yaitu Jason
Kidd. Untungnya dia juga sudah mulai suka
memantul-mantulkan bola ke tanah, sebuah
dasar permainan basket.
Saya bekerja disebuah perusahaan multinasional
yang bermarkas di Jerman. Penghasilan saya
lumayan, lebih dari cukup malah, sehingga saya
bisa tinggal di perumahan elite di pinggir kota
Jakarta. Namun saya lebih suka hidup sederhana,
mobilpun hanya punya satu.
Saya punya sobat kental yang bernama Irvan.
Persahabatan saya dengan Irvan sudah terbina
sejak kami masih sama-sama TK. Usianya sama
dengan saya, kami hanya berbeda satu bulan
(saya lebih tua). Perkenalan saya dengan Irvan
terjadi karena kami saling berebut kue ulang
tahun yang dibawa oleh teman kami. Saat itu,
seperti layaknya anak kecil kami bertengkar yang
kemudian berkembang menjadi perkelahian ala
anak kecil. Irvan sempat terjengkang saat itu,
demikian juga saya yang terjatuh karena kaki
saya ditendangnya setelah ia terjatuh kena
pukulan saya. Dilerai oleh guru, kamipun
akhirnya berkenalan. Hukuman yang diberikan
Ibu Yanti adalah selama satu bulan selama di
sekolah, kami harus bersama terus. Ternyata
hukuman seperti ini sangat efektif karena sejak
saat itu pula kami selalu bersama.
Kebersamaan kami tidak hanya di TK. Ketika
masuk SD, kami ingin sekali untuk tetap
bersama. Kebetulan niat kami ini menjadi
kenyataan. Kami masuk ke sebuah SD swasta
yang terkenal amat disiplin. Seingat saya, kami
hanya sekali terpisah selama SD, SMP dan SMA,
yaitu kelas empat SD. Sisanya kami selalu
sekelas. Hingga SMA kami selalu mempunyai
prestasi di sekolah yang hampir sama. Jika Irvan
dapat ranking tiga maka saya dipastikan akan
berada di peringkat dua atau empat. Terhitung
saya unggul lima kali dan Irvan tujuh kali.
Kedekatan saya dengan Irvan juga mengimbas
ke kedua orang tua kami. Saya sudah seperti
anak sendiri di depan orang tuanya demikian
pula sebaliknya. Ketika kecil, kami sering
bergantian menginap. Ini memang
memudahkan kedua orang tua kami untuk
mengontrol kami. Kalau saya menginap di
rumah Irvan, maka ibunya segera menelepon
ibu saya dan mengatakan bahwa saya menginap
di rumahnya. Hal serupa juga terjadi pada Irvan.
Satu-satunya yang berbeda pada kami hanya
sifat. Saya orang yang mudah sekali bergaul.
Setiap ada pertemuan, hampir dapat dipastikan
saya menjadi centre of attention karena
kemampuan saya untuk berbicara. Irvan
sebetulnya bukannya tidak baik berkomunikasi,
ia hanya lebih pendiam, itu pula yang
membuatnya tampak lebih berwibawa
dibanding saya.
Hobi kamipun sama yaitu main sepakbola dan
basket. Jika main sepakbola, Irvan biasa
menempati posisi wingback kanan, sedang saya
gelandang bertahan. Karena wibawanyalah,
Irvan selalu menjadi kapten saat bermain sepak
bola. Di basket, posisi yang sering di tempatinya
adalah posisi small forward. Saya sendiri biasa di
posisi shooting guard.
Kami memang ditakdirkan untuk bersahabat.
Selain hobi dan tetek bengek lain yang sama,
kami sama-sama bungsu dari empat
bersaudara. Jumlah kakak perempuan dan laki-
laki pun sama, hanya berbeda urutan. Keluarga
Irvan, laki-laki-perempuan-perempuan-laki-laki
sedang saya, perempuan-laki-laki-perempuan-
laki-laki. Tinggi kami berdua tidak berbeda jauh
yaitu sekitar 180 cm, hanya saja Irvan lebih
tinggi dari saya sekitar satu cm. Penampilan fisik
kami, kalau boleh saya sedikit sombong, sangat
OK. Banyak teman-teman wanita kami yang
tertarik kepada kami.
Ketika kuliah (tempatnya juga sama di sebuah
perguruan tinggi swasta di Bandung, jurusan
manajemen), kami tetap satu kost. Tapi karena
namanya juga kost-kostan, kami tidak bisa
memilih untuk bersebelahan kamar. Irvan
mendapat kamar di lantai dua sedang saya
dilantai satu.
Prestasi kami saat kuliah juga hampir mirip
dengan prestasi kami di TK-SD-SMP-SMA, hanya
saja kali ini karena kuliah kami tidak mungkin
sekelas terus. IP kami yang selalu mirip,
kisarannya sekitar 2,7-2,8. Yang ajaib, saat
sebelum sidang sarjana, IPK kami sama persis
yaitu 2,76. Karena malam sebelum sidang (kami
sidang berbarengan) saya sibuk menjadi mentor
bagi Irvan, akhirnya saat sidang sesungguhnya
saya hanya mendapat nilai B dan Irvan justru A.
Akan tetapi, hal ini bukanlah masalah bagi saya.
Dua tahun terakhir sebelum lulus, Irvan tertarik
dengan gadis sekampus kami yang berada di
angkatan dua tahun lebih muda. Nama gadis
tersebut Sheila. Rupanya sangat cantik,
berhidung mancung, berkulit putih mulus,
berdarah bule sedikit (ayahnya indo-belanda).
Tingginya sekitar 175 cm dengan berat badan
yang sangat proporsional. Yang kurang
proporsional menurut saya hanyalah dadanya
yang sedikit kebesaran. Singkat kata Sheila
sangat seksi. Jujur saja, saya sempat suka
dengannya.
Awal-awal pendekatan, Irvan selalu mengajak
saya bila apel ke rumah Sheila. Alasannya singkat
saja "Loe khan pinter ngomong..". Karena saat
itu saya juga belum punya pacar, kami sering
sekali jalan bertiga. Tak heran jika Sheila
kemudian dekat juga dengan saya. Kedekatan
saya dengan Sheila bahkan sudah melebihi
kedekatannya dengan Irvan. Ini saya anggap
sudah sangat berbahaya, jadi akhirnya saya
memutuskan untuk tidak lagi menemani Irvan.
Pendekatan Irvan untuk mencairkan hati Sheila
berlangsung cukup lama, kurang lebih 1,5 tahun.
Malah akhirnya saya yang lebih dahulu
mendapat pacar, yaitu Dina yang saya dekati
selama kurang lebih enam bulan. Dan tak lama
(kurang lebih satu bulan) setelah saya dan Dina
resmi pacaran, merekapun menyusul resmi
berpacaran. Bahagianya hati kami saat itu.
Sheila juga yang mempunyai usul agar kami
mengontrak rumah bersama (maksudnya saya
dan Irvan). Dan usulan ini kami anggap sangat
bagus dan enam bulan sebelum lulus, kami
pindah ke rumah kontrakan kecil berkamar dua.
Sheila dan Dina sering datang dan mengurusi
segala kebutuhan kami, dari mulai makan hingga
keperluan kami sehari-hari. Saat itu kami merasa
sebagai dua cowok paling beruntung di dunia.
Kebiasaan kami untuk menjaga keamanan adalah
sistem bawa kunci sendiri-sendiri. Setiap saat
pagar rumah di gembok dan pintu rumah
dikunci, ada atau tidak ada orang. Kebiasaan
Irvan jika pulang ke rumah adalah teriakannya
yang khas "Permisi..!", saya tidak mempunyai
kebiasaan itu. Ini pula akhirnya yang menjadi
tanda siapa yang pulang.
Setelah lulus, kami sibuk mencari kerja ke sana
ke mari. Irvanlah yang paling beruntung di
antara kami. Baru sebulan lulus, dia sudah
menerima panggilan di sebuah perusahaan
swasta di Jakarta, sedang saya juga sudah sering
terima surat balasan, tapi isinya kerap berisi
penolakan.
Sebulan setelah dipanggil, Irvan dinyatakan
diterima di perusahaan tersebut. Inilah yang
membuatnya menjadi sering bolak balik Jakarta-
Bandung. Saya menjadi sering sendirian di
rumah, walaupun Dina masih sering datang dan
menemani saya. Saya dan Irvan walaupun
mempunyai pacar yang sering berkunjung ke
rumah, sangat menjaga pergaulan. Saya dan
Dina kerap hanya berciuman dan berpelukan jika
di rumah, demikian pula dengan Irvan dan
Sheila. Kami juga menjunjung sopan santun
yang menjadi dasar budaya suku kami.
Suatu hari, saat saya sedang sendirian di rumah,
Sheila menelepon. Saya katakan bahwa Irvan
belum pulang dari Jakarta. Namun, rupanya
Sheila justru ingin berbicara dengan saya.
Mulanya saya pikir hanya akan berbicara di
telepon, paling nanya soal Irvan, pikir saya.
Rupanya Sheila ingin berbicara langsung dengan
saya dan meminta ijin untuk datang. Saya
ijinkan, kebetulan Dina kuliah sampai malam dan
baru besok datang ke rumah kontrakan ini.
Kira-kira pukul satu, dengan mukanya yang ceria
Sheila datang. Setelah mengunci pagar dan pintu
kami duduk di ruang tamu (kebetulan, ruangan
di rumah ini selain dua kamar tidur, hanya ruang
tamu ini). Sheila saat itu mengenakan pakaian
yang sudah menjadi ciri khasnya, jeans ketat,
kaus juga ketat dengan rompi diluarnya.
Kami berbincang-bincang dan bercanda cukup
lama. Kami memang sangat nyambung jika
ngobrol, jadi obrolan seakan mengalir tanpa
diatur. Sampai tiba-tiba Sheila menundukan
kepalanya dan ketika kepalanya terangkat lagi,
saya lihat butiran airmata mengambang disudut
matanya.
"Sel, kenapa..?", aku segera bertanya sambil
berjalan mendekatinya. Dengan mata merah dan
airmata yang siap meleleh, Sheila berkata bahwa
suasana seperti ini sudah lama ia harapkan. Saya
jadi bingung akan maksudnya berkata seperti itu.
"Gue sangat mengharapkan bisa ngobrol berdua
sama loe sudah sejak lama Nard", ucap Sheila
sambil menyeka air matanya. Saya berlutut di
depannya sambil bertanya lagi maksudnya apa.
Ia mengulangi perkataannya dan menambahkan
bahwa maksudnya adalah ngobrol berdua
dengan saya.
Saya masih kebingungan dan tak bisa berbicara
ketika dari mulut Sheila keluar pernyataan yang
mengagetkan, "Gue sebetulnya suka sama loe,
Nard".
Hah? Saya terlonjak kaget dan tetap tak mampu
berkata-kata. Kemudian Sheila menambahkan
bahwa dirinya sangat terpukul ketika tahu bahwa
saya dan Dina resmi pacaran. Harapannya
musnah, impiannya melayang, angannya
terbang yang berakibat ia akhir luluh di depan
Irvan. Bersedianya ia menjadi pacar Irvan
rupanya terdorong rasa kecewanya gagal
mendapatkan saya. Atas dasar itu juga Sheila
memberikan usul agar saya dan Irvan tinggal di
rumah kontrakan ini, maksudnya agar ia bisa
setiap hari melihat saya, sekedar melihat saya.
Semakin lama berpacaran dengan Irvan, hatinya
justru semakin kuat melekat pada diri saya. Ia
tahan berada di rumah ini hanya untuk melihat
segala aktivitas saya seharian, walaupun itu
dilakukannya dalam pelukan dan belaian Irvan.
Tak dipungkirinya, Irvan sangat ia sayangi, tapi
cintanya tetaplah pada saya. Ia membutuhkan
orang yang mampu menjadi tempat bertanya,
Irvan tidak memiliki itu. Sifat dasar kamilah yang
akhirnya menjadi penentu bagi Sheila.
"Nard, maukah kamu peluk Sheila?" Saya
terdiam sejenak, sungguh tak mampu berkata-
kata.
Memeluk Sheila? Bagi laki-laki lain kesempatan ini
tidak akan dibiarkan hilang, tapi bagi saya,
memeluk Sheila dengan kehangatan cinta adalah
pengkhianatan terhadap Dina dan Irvan.
Akhirnya segala perdebatan di kepala saya
perlahan-perlahan saya singkirkan. Pelan-pelan
tangan saya mencari pinggang Sheila dan
mendekatkan tubuh saya kepadanya. Sejenak
saya merasakan dada saya menabrak segumpal
benda kenyal di dada Sheila. Tangan Sheila
kemudian melingkar dipundak saya dan segera
menarik saya agar lebih menempel pada
tubuhnya. Seketika saya merasakan himpitan
kekenyalan dadanya di dada saya. Sheila
memeluk saya dengan kuat dan mulai mencium
leher saya sambil berkata pelan di telinga saya,
"Terima kasih Nard, Saya mencintaimu",.
Saya hanya tercenung mendengar ucapannya.
Kemudian sambil tetap berpelukan ia
mengatakan bahwa jika ia menjadi istri Irvan,
mungkin ia tidak akan pernah merasakan
keindahan seperti ini. Seumur hidup ia mencari
cowok ideal buatnya dan baru kali ini
menemukannya dalam diri saya. Sheila memang
baru sekali pacaran yaitu dengan Irvan.
Sangatlah menyesal jika apa yang menjadi
impiannya harus lepas walaupun sudah berada
di depan mata. Mendengar penuturannya, saya
hanya berkata bahwa saya juga amat sayang
dengannya, tapi kata-kata saya terhenti oleh
sebab yang hingga saat ini saya tidak tahu apa,
dan dengan lembut saya mencium pipinya.
Sheila tertunduk di pundakku sambil tersenyum
dan membalas ciuman itu pada pipi kiriku.
Mungkin karena terbawa suasana, Sheila dengan
gerak refleksnya langsung mencium bibir saya
dan menahannya lama. Ketika dilepaskannya
ciuman itu, ia tertunduk malu atas kelakuannya,
tapi wajahnya terlihat tersenyum.
"Maaf Nard, mudah-mudahan kamu ngga
marah", ujarnya singkat. Saya hanya diam dan
baru sadar ketika Sheila menarik tubuh saya dan
tubuhnya direbahkan di karpet. Saya merasakan
desiran hangat di sekitar kemaluan saya dan
menyadari bahwa milik saya itu sudah
menegang menekan perut bagian bawah Sheila.
Tanpa pikir panjang, saya mencium bibir Sheila
dan dibalas dengan sangat panas olehnya.
Sambil terus berciuman, saya melepaskan
pelukan dan mulai meraba tubuh Sheila yang
putih mulus itu. Tidak ada dalam pikiran saya
untuk berbuat lebih. Jemarinya juga tidak tinggal
diam mulai menjelajahi dan mengusap-usap
punggung saya.
Lama kami bergumul dikarpet ruang tamu itu,
berciuman, menciumi leher masing-masing dan
menjilatinya. Kurang lebih sekitar 45 menit kami
bercumbu sampai akhirnya saya berinisiatif
menghentikannya. Dengan nafas tersengal-
sengal, Sheila memandangi saya dengan wajah
sedikit kesal.
"Kenapa Nard?" tanya Sheila.
"Jangan Sel, nanti keterusan", jawab saya.
Saya duduk di sofa dan sesaat kemudian Sheila
duduk di sebelah saya dengan merapatkan
tubuh dan menggelendot manja. Kata-kata
terima kasih mengalir dari bibir ranum yang
baru saja saya kulum itu. Ia merebahkan
kepalanya di dada saya dan memeluk saya erat.
Sejak itu, selama sebulan, kami mengulangi
perbuatan yang sama setiap Irvan harus ke
Jakarta. Jadwal kuliah Dina bisa dengan mudah
diketahui Sheila karena mereka sekampus dan
setiap hari Sheila dan Dina kebagian jadwal yang
berbeda. Sikap kami di depan Irvan juga tidak
berubah. Sehari-hari kami berusaha menjaga
kewajaran. Semua ini dengan tujuan agar tidak
diketahui oleh masing-masing pasangan kami. Di
depan saya, Sheila tetap manja dengan Irvan
dan saya tetap mesra di depan Dina.
Dan kami mengulang lagi apa yang sudah sering
kami lakukan saat Irvan ke Jakarta. Dina sudah
pulang saat Sheila datang. Karena saya ingin
mandi dahulu, tidak saya ketahui ketika Sheila
sudah bertukar pakaian. Yang saya ketahui, ia
sudah mengenakan bicycle pant pendek dan
kaus oblong putih saat saya selesai mandi. Darah
saya mendesir ketika Sheila menghampiri saya.
Ia tampak sangat seksi dengan lekuk tubuh yang
terbayang di kaosnya.
Langsung ia memeluk saya dan kami mulai lagi
bercumbu. Saat itu saya juga hanya bercelana
pendek. Desiran hangat mengalir deras di sekitar
kemaluan saya ketika saya menindih Sheila.
Tangan saya mengusap-usap punggungnya
juga tangannya melakukan hal yang sama.
lehernya habis saya ciumi dan saya jilati.
Desahnya semakin menderu. Entah setan apa
yang lewat, saya kali memberanikan diri
memasukan tangan saya ke dalam kausnya.
Saya raba perutnya yang indah dan perlahan-
lahan mulai naik ke arah dada. Tak saya kira
sebelumnya, Sheila bukannya melarang malah
membimbing tangan saya menuju dadanya.
Seumur hidup, baru sekali ini saya merasakan
gumpalan kenyal di dada cewek, bahkan milik
Dina pun saya tak berani.
Tangan saya terdiam diatas dadanya dan
kemudian tangannya diletakan diatas tangan
saya dan mulai meremas. Tangan saya jadi ikut
meremas dadanya. Wow, saya sungguh baru
sekali ini merasakan lembutnya gumpalan kenyal
milik cewek. Semakin keras saya remas, Sheila
semakin keras mendesah.
Tiba-tiba saya merasakan ada yang meraba
kemaluan saya. Saya lihat, jemari Sheila mulai
meraba dan juga meremas-remas milik saya
yang sudah mengeras itu. Tangannya kemudian
mulai menyelusup ke dalam celana saya dan
juga menyelusup ke dalam celana dalam yang
saya pakai. Seketika aliran darah disekitar
kemaluan saya bertambah deras. Tak mau kalah,
saya langsung membuka kaitan bra yang dipakai
Sheila dan segera kembali meremas buah
dadanya (Saya gambarkan sedikit, buah dada
Sheila mempunyai ukuran yang besar bagi
ukuran cewek indonesia. Mungkin karena
perawatan yang baik, buah dadanya masih
kencang).
Semakin panas permainan kami ini sampai
akhirnya kami membuka seluruh pakaian kami
dan saling memberikan senyuman. Tak habis-
habisnya saya memandangi tubuh telanjang
Sheila dengan sebentuk tubuh yang seksi dan
indah. Tidak mungkin cowok tidak terangsang
jika melihat tubuh indah seperti yang dimiliki
Sheila.
Kali ini giliran Sheila yang menciumi dan menjilati
seluruh tubuh saya. Milik saya sudah
mengacung tegang dan jilatan berikut ciuman
Sheila makin turun ke bawah. Saya rasa saya
sudah tidak tahan lagi. Saya langsung bangun
dan merebahkan Sheila di ranjang. Sheila malah
mendekap saya ketika saya bergerak akan
menindihnya. Milik saya yang sudah menegang
itu menempel keras di kemaluannya yang
berbulu lembut di sekitarnya. Desahnya makin
terdengar ketika gesekan terjadi. Nafsu sudah
menguasai kita berdua dan semakin
mengkungkung kami saat ujung kemaluan saya
menyentuh mulut kemaluannya. Kakinya
berusaha menahan badan saya agar tidak
mendorong tubuhnya lebih dalam. Rintihan
kesakitan terdengar saat saya mulai kembali
menekan tubuhnya. Saya sama sekali tidak ingin
memasukan milik saya ke dalam kemaluannya,
bagaimanapun itu adalah hak suaminya kelak.
Tiba-tiba tangannya meraih milik saya dan
menggesek-gesekan ujung milik saya itu di
mulut kemaluannya. Badan terlonjak-lonjak,
sayapun merasakan sensasi yang luar biasa.
Kenikmatan yang tidak ada bandingannya.
Tubuh saya bergetar menahan nafsu yang
semakin memuncak. Tiba-tiba tubuh Sheila
menegang dan terlonjak sangat keras ke kasur.
Saya dengar desahnya sempat sangat keras dan
perlahan mereda.
"Sayangku, aku udah ngga tahan lagi", ujarnya
setengah membisikiku.
Kebimbangan segera hinggap di kepalaku.
Wajahnya memancarkan kehangatan yang
berbeda dan saya menjadi tidak berakal. Pelan-
pelan saya dorong tubuh saya dan milik saya
perlahan-lahan masuk ke mulut kemaluannya.
Wajahnya meringis menahan sakit sambil terus
mendorong tubuh bagian bawah saya agar
perlahan terus masuk. Mulut kemaluannya terasa
sangat sempit. Saya lepas kembali dan perlahan-
lahan saya masukan lagi. Begitu berulang-ulang
sampai akhirnya saya sudah tidak tahan lagi dan
seketika menerobos mulut kemaluannya dengan
ganas. Ia terlonjak kaget dan saya lihat
airmatanya meleleh tapi wajahnya tersenyum.
"Ohh.., Sayangku..", desahnya sambil
memelukku erat. Tubuh saya mulai bergerak
naik turun dan saya merasakan desiran hangat di
seluruh kemaluan saya. Terasa ada yang
memijit-mijit seluruh permukaan milik saya itu.
Walaupun sambil menahan sakit, Sheila terlihat
sangat menikmati permainan kami tersebut.
Permainan yang sama-sama baru kita rasakan
sekarang. Tak sampai sepuluh menit, mungkin
karena masih sama-sama baru, saya merasakan
nikmatnya muncratan cairan hangat dari
kemaluan saya di dalam rongga kemaluan
Sheila. Kemaluannya seketika menjadi hangat
dan dipenuhi oleh cairan kental dari kemaluan
saya.
Sheila memeluk saya dengan sangat erat, ia
sesegukan menahan tangisnya, bibirnya
bergumam menyebutkan bahwa ini adalah yang
pertama baginya. Kami berpandang-pandangan
dan saya kemudian bertanya apakah ia
menyesal?
Kaget saya dibuatnya ketika dengan cepat ia
menggeleng dan berkata", Sheila melakukannya
dengan orang yang memang menjadi idaman
Sheila dari dulu, Sheila tidak menyesal..",
tuturnya diiringi senyuman di bibirnya. Mungkin
karena gemas, ia mencium bibir saya lagi dan
memainkan lidahnya di dalam mulut saya.
Sejak peristiwa "the first time" yang kami alami
itu, kami menjadi semakin terobsesi untuk
mengulang kejadian itu dan mereguk
kenikmatan yang tidak pernah kami rasakan
sebelumnya. Semua tingkah laku kami memang
tetap biasa, tidak ada yang berubah. Saya tidak
ingin hubungan saya dengan Dina berantakan
karena kegiatan Sheila dan saya tercium, terlebih
lagi terhadap Irvan, sobat kental saya yang
sudah saya anggap sebagai saudara kembar itu.
Tetapi semua itu akan segera berubah menjadi
nafsu terpendam ketika Irvan dan Dina tidak ada.
Kami melakukan lagi dan lagi dan lagi, seperti
tidak ada lagi hari esok dengan makin panas dan
bernafsu.
Saya dan Sheila tetap melakukan persetubuhan
kami ini sampai saat menjelang mereka
menikah. Bisakah anda bayangkan?, Tiga hari
sebelum menikah, kami masih sempat
melakukan persetubuhan itu. Ditengah waktu
yang sempit kami melakukannya di dalam
kamar kakak Sheila yang memang kosong. Letak
kamar tersebut di paviliun rumah Sheila. Itu kami
lakukan di tengah-tengah kesibukan orang-orang
mempersiapkan rumah untuk upacara
perkawinan Irvan dan Sheila.
Selama sebulan setelah pernikahan mereka (Saya
dan Dina menikah sebulan lebih dulu dari
mereka), saya dan Sheila menghentikan
perbuatan biadab tersebut. Sampai suatu hari
Irvan menelepon saya dan memberitahu bahwa
ia akan tugas ke Eropa selama seminggu sambil
menanyakan titipan apa yang saya mau. Saya
menjawab sekenanya karena bayangan saya
segera lari ke tubuh indah Sheila yang sudah
sering saya reguk tersebut. Dan benar saja,
sepuluh menit setelah itu, Sheila gantian
menelepon saya dan mengajak saya bertemu di
sebuah hotel di daerah Jakarta Selatan.
Kami akhirnya melakukan perbuatan laknat itu
lagi dari siang hingga sore hari seakan kerinduan
selama sebulan terobati dengan tiga kali
hubungan badan yang kami lakukan. Itulah
perbuatan kami yang pertama setelah Sheila dan
Irvan menikah. Sebulan kemudian, saya
mendengar dua kabar baik bahwa Dina dan
Sheila tengah hamil. Saya dan Irvan terlonjak
kegirangan karena Dina dan Sheila sama-sama
hamil satu bulan.
Kini, Jason dan Grant (anak Irvan dan Sheila,
diberi nama itu karena Irvan sangat
mengidolakan Grant Hill, power forward Detroit
Piston) sudah berumur 1,5 tahun. Keduanya
lincah dan cerdas. Hobi mereka sama. Karena
saya dan Irvan memang membeli rumah yang
bersebelahan, otomatis Jason dan Grant menjadi
dua sahabat kecil selalu rukun.
Grant dan Jason terlihat persis seperti saya dan
Irvan. Saya sering mendengar Irvan memuji
Grant dengan bangga sampai saya sempat kaget
ketika sambil dengan muka ceria Irvan berkata,
"Mukanya mirip banget sama lu Nard, liat aja
tuh, ngga salah gue punya sobat kayak lu",
seketika saya melihat Grant dan memang benar,
ciri-ciri fisiknya sama dengan saya sehingga
Grant dan Jason selintas seperti adik kakak.
Kemudian dengan cepat pula mata saya
memandang Sheila yang tersenyum dan begitu
bertemu muka dengan saya, ia mengangguk
pelan sambil tersenyum ke arah saya.
Hubungan intim saya dengan Sheila memang
tidak sesering dulu lagi, tapi bagaimanapun saya
adalah yang pertama untuknya dan ia adalah
yang pertama bagi saya. Sulit untuk melupakan
yang pertama, sebisa mungkin kami mencoba
untuk mengulanginya dan merasakan
keindahannya lagi.
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/787
U-ON

inc Powered by Xtgem.com